- Apa Itu Perselisihan Hubungan Industrial?
- Lalai Daftarkan BPJS, Pengusaha Kena Sanksi?
- Pengusaha Wajib Daftar BPJS Kesehatan karyawannya?
- Simak ! Strategi Bisnis yang Jitu Saat Pandemi
- Apa Itu PPh 21 dan Dasar Hukumnya?
- Mengapa Banyak Orang Memilih Jadi Pengusaha?
- Apa Saja Kemampuan yang Harus Dimiliki Pengusaha?
- Berikut 5 Cara Berpikir Pengusaha Sukses
- Berikut Kiat Sukses Memulai Usaha Dari Nol
- 4 Tips Menjadi Pengusaha yang Sukses
Siker.id - Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.
Yang dimaksud dengan pedagang pengecer adalah orang pribadi yang melakukan penjualan barang baik secara grosir maupun eceran, dan/atau penyerahan jasa.
WP OPPT berhak melakukan skema pembayaran pungutan pajak secara angsuran. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah pembayaran PPh secara berangsur dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri, baik oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan di setiap bulannya setelah dikurangi dengan kredit pajak.
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk WP OPPT, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak. Pajak ini bersifat tidak final sehingga dapat dikreditkan pada akhir tahun pajak.
Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Kewajiban pembayaran PPh 25 untuk WP OPPT ditujukan Bagi wajib pajak yang belum mengaplikasikan ketentuan PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018.
Tujuan dari pengenaan PPh 25 untuk WP OPPT adalah untuk simplifikasi sehingga wajib pajak tidak perlu mengumpulkan omset, penghasilan neto, serta penghitungan pajak dalam penentuan PPh Pasal 25. Wajib pajak cukup membayar sejumlah tarif yang ditentukan per bulan dari masing-masing tempat usaha.
Mari simak ilustrasi berikut agar lebih jelas.
Baca juga: Tips menghitung PKP, PPh 21, dan pajak terutang dengan mudah
Apabila tempat usaha masih dalam satu KPP dengan tempat tinggal
Bapak Ari mempunyai tempat tinggal sekaligus tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di KPP Y dan tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018, maka wajib mendaftarkan NPWP di KPP Y. Atas usaha itu Bapak Ari memperoleh omset sebesar Rp70.000.000,00 pada bulan Maret 2020.
Terhadap Bapak Ari hanya diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).
Pembayarannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor atau sebesar 0,75% x Rp70.000.000 = Rp525.000,00.
Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak Bapak Ari pada akhir tahun.
Baca juga: Mengenal Objek Pajak Penghasilan
Apabila KPP tempat usaha berbeda dengan KPP tempat tinggal
Bapak Rio mempunyai tempat tinggal di wilayah KPP X dan tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di wilayah KPP Z dan tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018. Maka, Bapak Rio wajib mendaftarkan NPWP di KPP X sebagai NPWP domisili dan juga mendaftarkan NPWP di KPP Z sebagai NPWP Cabang/ NPWP Lokasi.
Di KPP X, Bapak Rio tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sedangkan di KPP Z Bapak Rio memiliki kewajiban PPh Pasal 25.
Atas usaha itu Bapak Rio memperoleh omset diwilayah KPP Z sebesar Rp110.000.000,00 pada bulan April 2020.
Pembayarannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor yaitu sebesar
0,75%x Rp110.000.000 = Rp825.000,00.
Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak Bapak Rio pada akhir tahun. Sedangkan pelaporan SPT Tahunan dilakukan di KPP X.
Baca juga: Cara Menghitung PPh 21 Karyawan untuk Tahun Pajak 2022
Apabila tempat usaha dengan tempat tinggal lebih dari satu KPP
Bapak Anto mempunyai tempat tinggal di KPP S, mempunyai 2 tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di KPP T dan 1 tempat usaha di wilayah KPP U. Bapak Anto tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018.
Maka di KPP S, Bapak Anto diterbitkan NPWP Domisili, tidak ada kewajiban PPh Pasal 25. Di KPP T diterbitkan 2 NPWP Cabang atas masing-masing tempat usaha dan memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto dari masing-masing tempat usaha.
Di KPP U diterbitkan 1 NPWP Cabang atas 1 tempat usaha, PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto..
Simak perhitungannya, sebagai berikut:
Lokasi |
Omset satu bulan |
Tarif pajak |
PPh Ps 25 OPPT |
Usaha 1 di KPP T |
Rp75.000.000,00 |
0,75% |
Rp562.500,00 |
Usaha 2 di KPP T |
Rp120.000.000,00 |
0,75% |
Rp900.000,00 |
Usaha 1 di KPP U |
Rp300.000.000,00 |
0,75% |
Rp2.250.000,00 |
Komentar
- Apa Itu Perselisihan Hubungan Industrial?
- Lalai Daftarkan BPJS, Pengusaha Kena Sanksi?
- Pengusaha Wajib Daftar BPJS Kesehatan karyawannya?
- Simak ! Strategi Bisnis yang Jitu Saat Pandemi
- Apa Itu PPh 21 dan Dasar Hukumnya?
- Mengapa Banyak Orang Memilih Jadi Pengusaha?
- Apa Saja Kemampuan yang Harus Dimiliki Pengusaha?
- Berikut 5 Cara Berpikir Pengusaha Sukses
- Berikut Kiat Sukses Memulai Usaha Dari Nol
- 4 Tips Menjadi Pengusaha yang Sukses